SEJARAH PAROKI ST. MARIA A FATIMA PEKANBARU
Pada awal tahun 1925, hanya ada beberapa orang katolik di Pekanbaru, tepatnya berdomisili di Rumbai. Seiring berjalannya waktu, penduduk kota bertuah semakin meningkat, peningkatan ini terutama sejaknya diadakannya eksplorasi penambangan minyak mentah di daerah Riau melalui kerjasama bilateral Indonesia Amerika Serikat. Para pendatang yang masuk ke kota Pekanbaru ini berasal dari berbagagi daerah dengan latar agama dan budaya, termasuk yang beragama katolik.
Beberapa warga katolik kemudian membentuk kelompok kecil dan berupaya untuk mendapatkan pelayanan iman. Paroki terdekat dengan wilayah Pekanbaru adalah paroki Payakumbuh. Oleh sebab itu, datanglah pastor paroki Payakumbuh secara teratur. Dengan demikian saat itu wilayah Pekanbaru merupakan stasi dari paroki Payakumbuh.
Perkembangan selanjutnya karena jumlah umat dipandang memadai oleh Pastor maupun Prefek Apostolik Padang, sehingga dirasa perlu untuk menempatkan seorang pastor yang menetap di Pekanbaru agar pelayanan iman umat lebih teratur dan intensif. Pada tahun 1954 dibangunlah tempat ibadah semi permanen, sejak 24 Mei 1954, Pekanbaru di tetapkan secara resmi sebagai wilayah pelayanan pastoral paroki tersendiri, tepatnya sebagai “quasi paroki”
Proses terbentuknya Pekanbaru quasi Paroki seperti uraian berikut,
Pastor A. Nardello, SX melakukan pinjauan dan kunjungan pertama ke Pekanbaru dan kembali ke Payakumbuh. Kemudian pada tanggal 10 Nopember 1953 pada jam lima pagi, tibalah Pastor Danielli, SX di Pekanbaru yang berangkat dari Bukit Tinggi. Pastor dijemput oleh keluarga ibu Kho Guan Ek {Bapak Cahya} dan beberapa orang katolik lainnya. Saat itu belum ada gedung gereja atu milik gereja maka Pastor Danielli, SX menginap dirumah Bapak Cahya yang terletak di jalan Bangka. Setalah beberapa lama Pastor tinggal dirumah keluarga Bapak Cahya, kemudian disewalah sebuah kamar untuk Pastor yang tidak jauh dari situ masih di jalan Bangka.
Tidak lama berselang setelah Pastor Danielli, SX menyusulah Pastor A. Nadello, SX yang kemudian berhasil membeli sebidang tanah yang terletak di jalan Bankinang {sekarang Jl. A. Yani}. Tanah ini adalah tanah milik Bapak Ceng San, seorang katolik yang tinggal di Payakumbuh. Setelah tanah didapatkan diuruslah perizinan untuk membangun gereja, antara lain ke kantor pejabat agama yang saat itu dijabat oleh Tengku Yunus dan ke kantor wali kota yang waktu dijabat ole Tengku Ilyas. Dalam mengurus segala sesuatu itu tentulah tidak boleh dilupakan Pastor A. Nardello, SX dan Bapak Cahya. Dalam soal mencari tanah dan mengurus izin-izin tersebut. Bukanlah melupakan jasa dari Pastor Romano Danielli,SX yang memang saat itu belum fasih berbicara dalm bahasa Indonesia, maklum beliau baru datang dari Tiongkok. Sedangkan Pastor A. Nardello, SX sudah berbicara dalam bahasa Indonesia.
Untuk mendapatkan izin mendirikan gereja tidaklah mudah, bahkan awalnya gereja dianjurkan dibangun di tempat yang jauh agak terpencil dari kota letaknya. Berkat perjuangan yang keras Pastor A. Nardello, SX dan Bapak Cahya akhirnya izin tersebut didapatkan juga. Dalam membuat permohanan tersebutl haruslah ditandatangani orang yang dianggap sebagai pemohon, oleh sebab itu yang mendatangani sebagai pemohon adalah sebagai berikut: ibu Lim Sui Hok, Bapak Cahya {Kho Guan Ek}, ibu Cahya {Ludovika Wong Ba}.
Secara bersama-sama kedua Pastor itu mengusahan sebuah rumah yang terbuat dari kayu yang kemudian digunakan sebagai tempat tinggal Pastor {Pastoran} sekaligus gereja. Untuk membangun gereja tersebut, diperlukan dana yang cukup besar. Selain dana yang berasal dari Prefektur dan umat yang menyumbang, Pastor Danielli,SX juga berupaya untuk mendapatkan dana dari luar negeri yaitu dari negara Italia.
Sebagai usaha untuk mengetuk hati para penderma dari luar negeri itu, Pastor R.Danielli membuat sebuah foto seorang anak kecil --anak kecil itu sekarang kita kenal sebagai Ibu Th. Suwanty-- yang kemudian di kirim ke Italia.
Pada pelayanan Pastor A. Nardello, SX dan Pastor R, Nardelli, SX di Pekanbaru tempat ibadat belum ada sehingga Peryaan Ekaristi diadakan di rumah-rumah umat secara bergilir. Persis seperti jemaat pertama, zaman para rasul {kis 2:41-47}. Umat katolik di Pekanbaru saat itu baru sembilan orang, umumnya berdomisili di daerah Rumbai. Misa diadakan secara bergilir antara lain rumah ibu Cahya, ibu Cicilia {Ng Gho}, sunardi {karyawan caltex}, Lim Sui hok, ibu Onde. Misa kudus diadakan secara rutin setiap hari minggu. Biasanya setelah merayakan Ekaristi di rumah umat di Pekanbaru, Pastor langsung pergi ke Rumbai kawasan perusahaan caltex dengan menumpang perahu kecil menyebrangi sungai Siak merayakan Ekaristi di situ.
Meskipun fasilitas yang ada saat itu sederhana, tetapi semangat mewartakan menghasilkan buah yang baik. Dari waktu ke waktu umat terus bertambah jumlahnya Berdasarkan umat yang dipermandikan, sebenarnya Paroki Pekanbaru sudah berdiri semenjak 25 Desember 1952. Akan tetapi, kalau dilihat berdasarkan tempat ibadah, Paroki Pekanbaru ada sejak 25 Desember 1954 karena waktu itu gereja Katolik di Pekanabaru diresmikan. Sedangakan menurut adanya Pastor yang menetap, maka Paroki sudah ada sejak 10 Oktober 1953 yaitu dengan menetapnya Pastor Romano Danielli, SX sebagai Pastor pertama.
Dengan berdirinya gedung gereja berarti di Pekanbaru sudah memenuhi empat kriteria sebagai persyaratan berdirinya suatu paroki. Kriteria yang dimaksud yaitu: 1) adanya suatu wilayah tertantu, dalam hal ini wilayah Pekanbaru dan sekitarnya, 2) sudah ada jumlah umat tertentu yaitu umat Katolik Pekanbaru dan sekitarnya, 3) adanya tempat peribadahan yaitu dengan berdirinya gedung gereja, 4) sudah ada Pastor yang menetap dan melayani kepentingan rohani umat yakni Pastor R. Danielli, SX.
Perkembangan umat katolik dari waktu ke waktu terus meningkat baik dari paroki sendiri maupun pendatang, sehingga gedung gereja yang tadinya memedai, tidak lagi mampu menampung jumlah umat yang semakin banyak. Oleh karena itu, para Pastor yang berkarya di Paroki Pekanbaru dan Bapak Uskup Padang Mgr. Bergamin, SX merencanakan membangun gedung gereja baru yang lebih besar ukurannya dan mampu menampung perkembangan umatnya ke depan.
Di sebelah gedung gereja ada sebidang tanah yang cukup luas. Pemilik tanah itu adalah seorang yang bukan beragama Katolik yaitu Bapak Yap Tek{ ayah dari Bapak Abubakar }. Setelah ada persetujuan dari kedua belah belah pihak maka tanah itu pun dibeli pihak gereja. Kemudian izin untuk membangun gedung gereja pun di urus.
Setelah segala sesuatu selesai maka pada bulan maret 1963 bapak Uskup Raimondo Bergamin, SX dan Bpak gubernur Riau yang waktu itu dijabat oleh Bapak Khaharudin Nasution meletakkan batu pertama, sebagai tanda dimulainya pembangunan gedung gereja yang baru tersebut. Pada tahun 1963 itu yang menjabat sebagai kepala Paroki adalah Pastor Aniceto Morini, SX. Mulai terlaksananya pembangunan ini tentunya tidak terlepas dari hasil kerja keras dari Pastor A. Morini, SX selaku pastor kepala Paroki bersama pastor-pastor yang bertugas di Pekanbaru lainnya.Para pastor tersebbut adalah Pastor silvano Laurenzi, SX, Pastor Albino Orsi, SX, Pastor Angelo Calvi, SX, dan Pastor Abdon Fantelli, SX.
Gedung gereja yang baru itu selesai dibangun dan diresmikan pada tanggal 30 Mei 1965, oleh Bapak Uskup Raimondo Bargamin, SX, dan Bapak Gubernur Riau yang saat itu masih dijabat oleh Bapak Khaharudi Nasution. Dengan selesainya pembangunan gereja yang baru diharapkan umat katolik dapat lebih baik dalam melaksanakan ibadat.
Pertumbuhan umat terus berkembang meski pada tahun 1965/66 adalah masa terjadinya G 30 S PKI, keadaan tidak berpengaruh terhadap pertambahan dan kehidupan Gereja Katolik Pekanbaru. Jumlah umat tampak berkembang pesat sejak 1970. Hal ini disebabkan selain karena besarnya arus migrasi dari berbagai daerah ke Provinsi Riau, khusunya di Pekanbaru dan sekitarnya, juga karena padaa saat itu jumlah stasi mulai bertambah, dan semakin meningkat setelah tahun 1980-an hingga sekarang.
Komentar
Posting Komentar